Modal
uang mutlak perlu untuk bisnis. Kalau ide ibarat kusir, maka modal
adalah kudanya. Tanpa kuda, delman tidak akan pernah bergerak ke
mana-mana, meski sang kusir sudah memiliki rencana indah untuk pergi
tamasya keliling kota. Namun, modal uang bukan segalanya. Sikap dan
pengetahuan bisa menjadi modal berharga. Kalau terpaksa butuh modal
tambahan, carilah dari lingkungan terdekat.
Keperluan
terhadap besarnya dana untuk masing-masing ide bisnis beragam. Ada
usaha yang cukup didanai dengan tabungan sendiri, ada usaha yang
membutuhkan patungan sanak saudara dan kolega, namun ada pula usaha yang
membutuhkan dana dari investor atau lembaga keuangan, bahkan ada usaha
yang tidak membutuhkan modal yang berupa uang atau harta benda lain
alias ‘modal dengkul’.
Selain
berupa uang, modal usaha juga bisa berwujud tanah, rumah, mobil dan
semacamnya. Kalau mempunyai mobil minibus, umpamanya, Anda bisa
memakainya langsung untuk membangun usaha antar-jemput anak sekolah.
Hanya, biarpun bukan berupa uang, modal mobil itu tidak tergolong “modal
dengkul”.
Modal dengkul tak selamanya berupa dengkul. Dengkul
yang bisa dijadikan modal sering letaknya justru di kepala, bukan di
kaki. Ya, benar, modal dengkul acap berupa pengetahuan yang bisa menjadi
modal awal untuk menjalankan usaha.
Simaklah
kisah Hartadi yang tinggal di kawaan Pondok Indah, Jakarta Selatan.
Beberapa tahun lalu ia mendapat tawaran sebuah rumah di kawasan itu
seharga Rp 800 juta. Menurut taksirannya, harga pasaran rumah yang
ditawarkan itu bisa mencapai Rp 1 miliar. Itu sebabnya ia berani menawar
untuk membelinya. Dasar rezeki, setelah tawar menawar, si pemilik rumah
malah mau menurunkan harga . Hartadi boleh membeli dengan harga Rp 700
juta asalkan mau membayar uang muka sebesar Rp 140 juta.
Hartadi
menyanggupi. Dia lalu menemui salah seorang saudaranya. Dengan janji
akan segera mengembalikan uang berikut bunganya, Hartadi berhasil
mendapat pinjaman Rp 140 juta dari salah seorang saudaranya. Uang itu
segera dia pakai untuk membayar uang muka.
Sesudah
berembuk, Hartadi membawa pemilik rumah berikut sertifikat ke bank
untuk mengurus KPR. Setelah melakukan survei, bank memastikan bahwa
Hartadi bisa mendapat pinjaman dengan jaminan sertifikat rumah yang
hendak dibelinya. Dari bank ia malah mendapat pinjaman sebesar Rp 800
juta. Segera saja ia melunasi kekurangan pembayaran rumah. Tak lupa dia
juga membayar pinjaman utangnya ke saudara sebesar Rp 140 juta berikut
bunganya.
Di
sakunya masih tersisa uang kurang dari Rp 100 juta. Sebagian dia
gunakan untuk membayar cicilan bulan pertama ke bank, sisanya dia pakai
untuk membiayai pemasangan iklan guna menyewakan rumah tersebut. Pada
bulan kedua, rumah yang baru dibelinya sudah ditempati penyewa baru.
Hartadi pun menggunakan sebagian uang sewa untuk mencicil pinjaman bank,
serta memanfaatkan sebagian untuk kebutuhan pribadi. “Saya seperti
membeli rumah Rp 1 miliar tanpa uang sepeserpun,” katanya terkekeh.
“Kebetulan saya memang punya pengetahuan seputar sektor property
sehingga tahu kalau ada penawaran rumah dengan harga di bawah harga
pasar,” sambungnya. Kini Hartadi menjadi pengusaha rumah kontrakan
mewah.
Itu
sekadar contoh bahwa berbekal pengetahuan tertentu, orang bisa
menjalankan usaha. Modal pengetahuan itu, dalam kasus Hartadi,
dilengkapi dengan modal lain berupa jaringan personal (saudara yang mau
meminjamkan dana untuk uang muka). Andaikata para konsultan wirausaha
mengenal dia, pasti mereka menyebutkan “dengkul” lain yang menjadi modal
Hartadi, yaitu sikap. Hartadi mempunyai sikap berani, yakni, percaya
diri, yakin, memegang janji, serta serius dalam berbisnis. Modal berupa
pengetahuan dan sikap yang baik dan pengetahuan yang baik, bisa jadi
lebih penting dan lebih menentukan usaha ketimbang uang.
Mengukur Kekuatan Sendiri
Sayangnya,
tidak semua usaha bisa dijalankan hanya dengan modal dengkul. Kalau
pada saatnya anda nanti membuka usaha sungguhan, kemungkinan besar anda
akan dihadapkan pada uang sebagai modal. Tak sedikit orang, malah ingin
membangun usaha sendiri karena memiliki uang yang menganggur. Larisnya
bisnis waralaba sekarang ini sebagian besar disebabkan oleh orang-orang
semacam itu.
Masalahnya
sekarang, sebenarnya berapa besar modal usaha yang harus kita
alokasikan? Kalau kita punya tabungan sebesar Rp 50 juta, haruskah
seluruhnya kita pakai sebagai modal usaha baru? Kalau Anda mendapat
pesangon Rp 100 juta akibat PHK, patutkah semuanya kita jadikan modal
bisnis anyar? Jika Anda baru saja mendapatkan warisan dari mertua
sebanyak Rp 1 miliar bolehkan uang sebanyak itu dipakai semua untuk
membeli franchise sebuah rumah makan terkenal?
Tak
ada jawaban seragam atas pertanyaan-pertanyaan itu. Seorang karyawan
yang mendapatkan pesangon Rp 50 juta akibat PHK tentu terlalu riskan
kalau menggunakan seluruh pesangonnya untuk modal bisnis baru.
Situasinya jelas berbeda dengan orang yang baru saja mendapat “duit
iseng” berupa warisan, serta beda pula dengan situasi orang yang punya
uang hasil dari menabung seumur hidup.
Memang,
tak mudah untuk menetapkan berapa besar porsi modal usaha dari uang
yang kita miliki. Para perencana keuangan pribadi harus memberi
ancar-ancar bahwa kita mesti melunasi bermacam-macam kewajiban terlebih
dahulu, seperti utang, kartu kredit, dan berbagai kewajiban lain yang
mau tak mau harus dilunasi. Kita juga harus menghitung dana rutin yang
digunakan untuk menghidupi diri dan keluarganya. Tak ada standar yang
baku mengenai besarnya alokasi dana ini.
Beberapa pengusaha sukses memberi ancar-ancar seseorang yang masih single
sebaiknya menyisihkan dana untuk cadangan ini sebanyak enam kali gaji
atau pendapatan perbulan. Bagi Anda yang sudah berkeluarga, sebaiknya
dana cadangan mencapai 12 kali gaji atau pendapatan perbulan.
Beberapa
konsultan lain menyarankan dana cadangan tidak perlu sebesar itu. Anda
hanya perlu menyediakan dana cadangan enam sampai 12 kali pengeluaran
rutin perbulan. Dengan mengalokasikan dana semacan itu, kita bisa
berharap agar segala resiko usaha tidak langsung berdampak pada kualitas
hidup, termasuk terhadap orang yang sedang bermigrasi dari seorang
pegawai menjadi wirausahawan. Asumsinya, dalam waktu enam sampai satu
tahun tersebut, usaha sudah bisa menghasilkan. Ini worst case scenario.
Bisa
saja bisnis yang Anda bangun langsung mendatangkan hasil di bulan
pertama. Kalau itu yang terjadi, dana cadangan toh bisa disisir untuk
mengembangkan usaha. Tapi, bisa saja–ini lebih sering terjadi–bisnis
baru bisa menghasilkan keuntungan setelah berbulan-bulan berikutnya.
Oke,
taruh kata Anda sudah menetapkan alokasi dana untuk modal, PR untuk
membagi-bagi modal belum selesai. Dianjurkan agar pengusaha baru yang
bermodal terbatas harus sangat hati-hati dan cermat mengalokasikan dana
yang dia miliki. Sebaiknya hanya 50 % sampai 60 % dari modal yang
benar-benar digunakan untuk modal awal bisnis. Kalau sampai dana
digunakan semua, nalarnya, taruh kata usaha langsung gagal maka habis
pula seluruh modal.
Beda
cerita kalau kita masih punya cadangan modal. Andai kata bisnis awal
terseok–semoga saja tidak—kita masih punya mesiu untuk mengatasinya.
Kalau, toh, usaha langsung jalan, dana cadangan tadi bisa dipakai untuk
pengembangan usaha.
Sudah
berhasil menetapkan porsi modal awal? Kini Anda kembali mesti berhitung
secara cermat dalam mengalokasikannya. Sampai tahap ini setiap bisnis
memiliki karakter kebutuhan modal yang berbeda. Alokasi modal di sektor
jasa , misalnya, jelas berbeda dengan bisnis restoran, perdagangan atau
industri. Pengusaha juga disarankan agar mereka jangan terlalu banyak
mengalokasikan modal untuk membeli barang atau kegiatan yang tak banyak
memberi kelancaran bagi jalannya bisnis.
Contohnya,
mendandani fisik warung atau toko tentu baik-baik saja. Cuma, jangan
sampai porsinya terlalu besar sampai-sampai mengalahkan porsi pembelian
barang dagangan. Begitu pula dalam merekrut karyawan. Kalau memang harus
mempekerjakan pegawai, ya sebaiknya ada alokasi dana untuk itu. Namun
jangan habiskan modal dengan memiliki karyawan yang banyak, tapi tak
efisien.
Mengincar Sumber-Sumber Permodalan.
Usaha
dengan modal kecil memang harus fokus ke arah pasar yang dibidik.
Dengan modal minim, mau tidak mau banyak hal yang harus diabaikan.
Alokasi biaya untuk administrasi dan akuntansi, misalnya, bisa dihemat
dengan cara menangani kedua pekerjaan itu sendiri. Begitu tumbuh, kita
tambahkan sedikit-sedikit, supaya berproses. Modal berputar dan ada
laba.
Pebisnis
pemula jangan terlalu pusing mencari sumber modal dari luar. Sebaiknya
menggunakan modal sendiri, dulu. Filosofi pebisnis pemula adalah melihat
potensi diri dulu. Kalau punya barang dan butuh modal, lebih baik
barang itu dijual dari pada meminjam modal dari pihak
lain. Modal sesungguhnya bagi pebisnis baru adalah mental untuk memulai
usaha dari tingkat paling bawah. Kalau belum berani mendorong gerobak,
berarti tidak siap.
Pengusaha
juga dianjurkan untuk memaksimalkan sumber daya sendiri dulu. Cara
untuk meningkatkan modal internal, bukan dengan meminjam, tapi
meningkatkan volume usaha dan menaikkan nilai tambah produk. Kalau omzet
meningkat, keuntungan bertambah, modal yang dimiliki juga semakin
banyak.
Benar,
kini bank-bank beramai-ramai menawarkan kredit untuk modal usaha kecil
dan menengah. Tapi, menurut beberapa pengusaha, prakteknya tidak
segampang bunyi brosur. Beberapa pengusaha mengaku bisa mendapatkan
pinjaman bank setelah bisnisnya berumur delapan tahun. Artinya, setelah
usahanya menunjukkan prospek jelas, baru bank mau membiayai
pengembangannya.
Bagi
pebisnis pemula, pihak yang bisa diharapkan menjadi penolong dalam soal
modal justru orang-orang dekat, baik teman atau saudara. Memang
untuk pertama kali usaha sangat disarankan untuk modal pinjam dari
mereka. Alasannya, karena kedekatan hubungan biasanya mereka mau
mengambil resiko yang tidak mau diambil bank. Malah, tidak sedikit kasus
mereka bersedia memberi pinjaman karena ingin menolong. Dus, kita
mungkin mendapat keleluasaan waktu untuk mengembalikannya.
Jalan
lain mengatasi kekurangan modal adalah menggandeng mitra. Lagi-lagi
tawaran ini sebaiknya kita lontarkan untuk keluarga dan teman-teman
dulu. Peluang mendapat sambutan dari mereka lebih
besar ketimbang kita menawarkannya kepada orang yang baru kita kenal.
Dengan menawarkan kepada keluarga, kita juga lebih bisa menakar risiko
ketimbang bermitra dengan orang asing sama sekali.
Mereka bisa menjadi mitra aktif, bisa juga bertindak sebagai sleeping partner
alias mitra yang hanya ikut urun modal. Modal yang bisa mereka setorkan
juga bermacam-macam, bisa uang tunai, tanah, gedung, ruko, kios,
peralatan dan seterusnya. Konsekwensinya, Anda harus mau berbagi
keuntungan dengan mereka.
Tak ada aturan baaku hitung-hitungan bagi hasilnya. Cuma, kalau si mitra hanya menjadi sleeping partner,
bagian keuntungan lebih banyak menjadi hak Anda, misalnya 70 : 30.
Bagaimana pun keuntungannya tetap lebih banyak daripada bunga bank. Itu
pun biasanya terjadi kalau modal 100 % dari sleeping partnerf.
Kalau modal si mitra hanya 50 % terus dia hanya tidur, ya jatah
keuntungan dia bisa diperkecil lagi. Tapi, semua tergantung dari jenis
bisnis dan kesepakatan.
Artikel Terkait:
Saya Fatimawati, Saya menggunakan Waktu Suami untuk review memperingatkan SEMUA Rekan Saya MASYARAKAT INDONESIA. Yang Yang Telah Terjadi di Sekitar Mencari Pinjaman, Andari Hanya Harus Berhati-hati. Satu-Satunya Tempat Dan Perusahaan Yang DAPAT menawarkan Pinjaman Andari Adalah QUALITYLOANFIRM. Saya mendapat Pinjaman Saya Dari mereka. Mereka Adalah Satu-Satunya Pemberi Pinjaman Yang Sah di internet. Lainnya SEMUA pembohong, Saya menghabiskan hampir 32 juta di serbi Pemberi Pinjaman Palsu. TAPI qualityloan Memberi Saya mimpi Saya Kembali. Suami Adalah Alamat email Yang sebenarnya mereka: qualityloanfirm@asia.com. heatherwhiteloanltd@gmail.com Email Pribadi Saya Sendiri: fatimatu.said99@gmail.com . Andari DAPAT berbicara DENGAN Saya Kapan Saja Andari inginkan. Terima kasih untuk review SEMUA mendengarkan permintaan Negara untuk review Saran Saya. hati-hati
BalasHapus